Cerpen Kehidupan
Hidup Penuh Keaguman
Bayangkan sebuah peristiwa yang biasa dialami seorang anak kecil.
Suatu ketika anak itu melihat seekor ulat bulu yang meliuk-liuk menuju
tempat daun segar makanannya. Mata anak itu membelalak. Ia mengulurkan
tangannya dan berusaha menyentuh punggung ulat berbulu tersebut dengan
jarinya. Namun, tiba-tiba ia tersentak. Jarinya terasa gatal. Ia
mencoba sekali lagi, dan kali ini seputar jari telunjuknya terasa
tersengat. Ulat itu melingkar di jari telunjuknya dan dari enam belas
kaki ulat tadi terasa isapan-isapan. Anak itu tertawa keras sambil
mengamati sebagian ciptaan Tuhan yang tak pernah dibayangkannya. Ia
terpesona, takjub, dan dipenuhi rasa kagum.
Hal-hal seperti ini
sering dialami seorang anak kecil: Segala sesuatu tampak menakjubkan.
Kalau ia melihat seekor ulat yang gemuk berubah menjadi kupu-kupu yang
berwarna kuning cerah ia akan terpukau, terpesona, dan seolah-olah
terhisap.
Kemudian terjadilah perubahan dalam hidup. Anak itu
bertambah besar, berkembang menjadi dewasa, dan barangkali sekarang
menginjak beberapa ulat yang dulu ia kagumi. Inilah yang sering kita
alami. Keajaiban kupu-kupu tak lagi menarik perhatian kita. Segalanya
tampak biasa-biasa saja. Kalau itu yang terjadi, kita perlu waspada
karena sesuatu yang hakiki mungkin telah hilang dari diri kita.
Mengapa
''penglihatan'' kita berbeda dari anak-anak? Ada tiga hal yang mungkin
terjadi. Pertama, berbeda dari anak-anak, kita cenderung melakukan
segala sesuatu dengan tergesa-gesa. Kita pun sering mengerjakan
beberapa pekerjaan sekaligus. Anda mungkin sarapan pagi sambil membaca
koran dan menonton televisi. Anda menyetir mobil sambil menjawab
telepon. Anda berbicara dengan bawahan sambil mengetik di komputer.
Akibatnya
Anda tak sepenuhnya menyadari apa yang sedang terjadi. Anda jarang
benar-benar ada di sini saat ini untuk menikmati dan menyadari segala
sesuatu. Lebih parah lagi, Anda cenderung digerakkan dari luar,
bukannya dari dalam diri Anda sendiri.
Untuk bisa menikmati
keajaiban Anda justru harus memperlambat irama hidup Anda. Jangan lupa,
manusia bukanlah human doing yang terus menerus melakukan pekerjaan. Kita adalah human being.
Ini hanya akan terjadi kalau kita hidup dengan irama yang lebih pelan.
Hidup seperti ini jauh lebih efektif, lebih berseni sekaligus lebih
kaya. Hidup lebih pelan memberikan kita waktu untuk berhenti, berpikir,
merenung, dan memutuskan sesuatu dengan penuh kesadaran. Kesadaran
inilah pintu untuk melihat keajaiban.
Kedua, kita kurang
menghargai hal-hal kecil. Kita cenderung memikirkan hal-hal yang kita
anggap ''besar.'' Padahal alam semesta ini didesain dari hal-hal kecil
yang sangat rinci dan kompleks. Eknath Easwaran, seorang guru meditasi,
mengatakan bahwa keajaiban Tuhan memiliki dimensi yang unik, yaitu
''lebih kecil dari yang paling kecil dan lebih besar dari yang paling
besar.'' Coba perhatikan serangga dan hewan-hewan kecil lainnya.
Lihatlah jutaan planet dan galaksi di alam raya. Coba perhatikan
susunan tubuh kita sendiri. Anda akan merasa takjub dan kagum luar
biasa.
Kalau kita menghargai setiap hal yang kita jumpai kita
akan menikmati keajaiban yang tiada habis-habisnya. Anda akan
senantiasa mendengar suara Tuhan pada setiap nafas yang berhembus, pada
desir angin yang berbisik.
Ketiga, dan ini lebih serius lagi,
anak-anak mampu menangkap keindahan karena mereka masih jernih,
otentik, dan bersih. Mereka masih sangat dekat dengan jiwa sejati kita.
Sewaktu
kecil kita betul-betul merupakan makhluk spiritual. Pada saat itu
kebutuhan jasmani kita amat terbatas. Kita hanya mengonsumsi
benda-benda sebatas kebutuhan kita. Namun, semakin dewasa kebutuhan
kita semakin banyak. Yang lebih parah lagi, kita telah mencampuradukkan
kebutuhan dengan keinginan. Kebutuhan kita sebetulnya terbatas, tapi
keinginan tak ada batasnya. Bahkan, setelah sebuah keinginan terpenuhi,
keinginan yang lain pun segera bermunculan.
Masalahnya, semakin
kita memperturutkan keinginan, semakin jauhlah kita dari diri kita yang
asli. Keinginan selalu mengajak kita meninggalkan diri sejati menuju
ego. Padahal ego inilah akar dari segala permasalahan yang kita hadapi.
Semakin kita mendekati ego, semakin kita akan kehilangan kontak dengan
jiwa sejati kita. Ini biasanya ditandai dengan keadaan depresi, mudah
marah, masalah lambung, dan tekanan darah tinggi.
Satu-satunya
cara untuk mengatasi hal itu adalah dengan kembali mendekati jiwa
sejati kita. Inilah yang akan melahirkan ketentraman sejati. Diri
sejati sebenarnya berada sangat dekat, bahkan lebih dekat dari tubuh
kita sendiri. Inilah sebenarnya akar dari semua keberadaan kita. Di
sini lah kita akan menemukan solusi dari setiap persoalan.
Kalau
Anda mendekati diri sejati Anda, setiap momen akan terasa segar, indah,
dan menakjubkan. Lebih dari itu, perasaan-perasaan takjub ini akan
melahirkan satu hal: perasaan rindu untuk bertemu dengan Yang Maha
Indah. Kita sadar sepenuhnya bahwa tak ada sesuatu pun yang
diciptakan-Nya dengan sia-sia.