Tarian Adat Mandar
Tarian
Adat Mandar Sebelumnya Salam Seni
Dan Budaya Oke Sahabat Langsung Saja.Secara harfiah, bahasa Mandar tari atau
tarian adalah “tuqduq”. Sedang penari berarti “pattuqduq”. Dalam kebudayaan
Mandar di unsur kesenian, ada banyak jenis tarian tapi secara umum hanya dua,
yaitu “pattuqduq tobaine” (penarinya perempuan) dan “pattuqduq tommuane”
(penari laki-laki). Memang ada tarian lain, tapi jarang diikuti kata
“pattuqduq”, seperti “pallake” (tarian yang pemainnya mengenakan “lake” atau
tanduk) “denggoq” (tarian yang dipengaruhi budaya Arab).
Meski “pattuqduq” itu
adalah tarian, tidak serta merta tarian, apalagi yang kontemporer (modern),
akan langsung disebut “pattuqduq”. Kata “pattuqduq” identik pada tarian
tradisional saja.
Berbeda dengan “pattuqduq tommuane” yang sepertinya hanya
satu tarian (tarian perang; sebab satu maka hanya disebut “pattuqduq
tommuane”), “pattuqduq tobaine” ada beberapa. Tari atau “tuqduq” yang dikenal
ialah “tuqduq sore”, “tuqduq sarawadang”, “tuqduq cakkuriri”, “tuqduq
losa-losa”, “tuqduq palappa”, “tuqduq kumbaq”, “tuqduq tipalayo”, dan “tuqduq
sawawar”.
Belum ditemukan kajian atau
penelitian khusus yang membahas tentang tarian Mandar di atas, sehingga belum
bisa dikemukakan atas dasar apa tari-tarian tersebut berbeda. Ada yang
diketahui makna atau kata jenis tariannya, ada yang tidak. Misalnya kata
“cakkuriri”, sepertinya merujuk pada bendera salah satu kerajaan di Pitu
Baqbana Binanga, “losa-losa” berarti transparan, “palappa” (apakah yang
dimaksud “palapa” atau bilah bambu?), dan “tipalayo” yang berarti tinggi
semampai.
Awalnya tarian di Mandar
bukan sebagai bentuk hiburan melainkan bentuk persembahan kepada dewata. Konon,
ketika Todilaling mangkat, ke dalam liang kuburnya ikut serta pengikutnya yang
terus-menerus di dalam liang kubur dan ditanam bersama rajanya. Masa-masa
selanjutnya, tarian menjadi bagian dari upacara kerajaan dan hiburan.
Berdasarkan status sosial “pattuqduq”, maka “pattuqduq”
terbagi tiga yaitu (1) “Pattuqduq Anaq Pattola Payung” (Penari Tuqduq Anak
Bangsawan Raja Murni), (2) “Pattuqduq Anaq Pattola Tau Pia” (Penari Tuqduq Anak
Bangsawan Hadat), dan (3) “Pattuqduq Tau Biasa” (Penari Tuqduq Orang Awam).
Diperkirakan praktek “mattuqduq” sudah mulai dilakukan masyarakat Mandar pada
abad ke-10.
Pakaian “pattuqduq” disebut
“bayu rawang boko”, salah satu pakaian tradisional Mandar. Warna yang umum
digunakan adalah merah dan hijau. Adapun perlengkapannya ialah (1) “calana
dalang”, (2) “calana alang”, (3) “lipaq ratte”, “lipaq dialang”, “lipaq biasa
sureq” ‘sarung biasa, dari benang bercorak’ Mandar, (4) “kawariq (kawariq ada:
2, 4, 6, dan 8), (5) “tombi care-care” (ketika dipakai diikat supaya tidak
goyang), (6) “tombi tunggaq” yaitu: a. “tombi kaiyyang”. b. “tombi
cucur”. c. “tombi maqel”, d. “tombi buqang”, (7) “pasangang biasa”,
“pasangang ratte”, (8) “tombi dianaqi” dua atau tiga untai, (9) “tombi
suku-suku”, (10) “teppang”, (11) “jimaq maqborong”,
(12) “jimaq sallettoq” (kiri). (13) “gallang balleq” dan “potto”,
(14) “simaq-simang”, (15) “bunga-bunga”, (16) “dali lilliq beruq-beruq
‘subang yang dilapisi dengan bunga melati) ditambah “bakkar”, dan (17)
kipa-kipa (kipas).
Dalam satu tim penari atau
“sappattuqduang” idealnya terdiri atas 16, 14, 12, dan 8 orang. Musik pengiring
“pattuqduq” adalah “ganrang” (gendang), biasanya dua – tiga unit, dan satu
gong. Juga ada penyanyi, umumnya oelh orang tua yang mengenakan “pasangang
mapute”.
Saat ini tarian-tarian
tradisional Mandar jarang dimainkan, nanti ada acara khusus, misalnya
penyambutan tamu atau peringatan 17 Agustus baru dilaksanakan. Hal itu
menyebabkan generasi muda Mandar yang pernah atau mengetahui tarian tradisional
nenek moyangnya tak seberapa. Di sisi lain, penari atau orang tua yang memahami
dengan baik tarian tersebut (gerakan, aturan-aturan, dan peruntukannya) semakin
sedikit. Malah bisa dihitung jari saja dewasa ini.